tausiyahku.com @tausiyahku tausiyahku Fans Page

300x250 AD TOP

20.6.15

Tagged under: ,

Ashim ibn Tsabit : Jasadnya dilindungi Lebah

www.jejakperadaban.com | Ashim ibn Tsabit seorang yang jasanya dilindungi lebah
jejakperadaban.com | Sirah Sahabat Nabi
Ashim ibn Tsabit : Jasadnya dilindungi Lebah

Ashim ibn Tsabit, sahabat Nabi dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Aus keturunan Bani Dhubay. Ia mendapat kemuliaan tersendiri di sisi Allah.

Allah berfirman, "Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang mukmin."

Pertolongan Allah sungguh Mahaluas. Dialah sebaik-baik penjaga bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Pertolongan Allah tak ada habisnya diberikan kepada orang beriman siang dan malam, karena Dia tak pernah tidur atau pun lelah.

Ashim ibn Tsabit ibn Abu al-Aqlah al-Anshari al-Ausi adalah orang yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Ia kerap disapa dengan nama Abu Sulaiman. Ia termasuk golongan yang disebutkan dalam firman Allah:

Orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang Muhajirin dan Ansar dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah rida kepada mereka, dan mereka pun rida kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya. Mereka kekal didalam selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah: 100)

Ashim termasuk dalam golongan orang yang pertama-tama masuk islam (As-Sabiqun Al-Awalun). Perang badar menjadi pembuktian keimanan bagi kaum Muslimin. Perang itu menjadi ujian besar, karena mereka harus mengahadapi pasukan yang jumlahnya lebih besar. Mereka sukses melewati ujian itu dan mendapat kemenangan yang besar. Ashim ikut serta dalam peperangan itu. Ia menyaksikan para pemuka Quraisy terkapar berkalang tanah

Suatu hari Rasulullah saw. mengajukan pertanyaan kerpada para sahabatnya tentang cara berperang, Ashim ibn Tsabit segera mengambil tombak dan prisainya, lalu menjawab, "Ketika musuh sudah dekat, kira-kira 200 hasta, senjata yang harus digunakan adalah panah. Jika jarak mereka kira-kira sepenombak, gunakanlah tombak untuk bertempur sampai tombak kita patah. Jika tombak sudah patah, singkirkan tombak, dan gunakanlah pedang untuk pertarungan jarak dekat."

Nabi saw. bersabda, "Begitulah perang dijalankan, barang siapa yang berperang hendaklah ia berperang seperti cara Ashim berperang."

Berbahagialah Ashim, karena pandanganya diakui oleh seorang manusia yang paling mulia dan sangat memahami cara-cara berperang. Ashim sendiri adalah salah seorang dari empat orang kebanggaan suku Aus. Tiga orang lainnya adalah Sa’d ibn Muaz yang kematiannya menggetarkan Arasy, Hanzalah ibn Abu Amir yang jenazahnya dimandikan para malaikat, dan Khuzaimah ibn Tsabit—pemilik dua kesaksian. Rasulullah saw. menyatakan bahwa kesaksian seorang Hanzalah setara dengan kesaksian dua laki-laki. Hanya Hanazalah seorang yang mendapat kemuliaan seperti itu.

Ashim ikut merasakan kecamuk Perang Badar yang sangat dahsyat. Saat itu, kaum muslimin menyaksikan bagaimana para pemuka kafir tewas terbunuh. Hari Badar menjadi salah satu bukti yang menegaskan kemuliaan Islam dan kesesatan kaum musyrik.

Pada Perang Badar dan Uhud, Ashim membuktikan keberanian dan kepahlawannya. Di Perang Badar, Rasulullah saw. menyuruhnya membunuh pemimpin Quraisy kedua setelah Abu Jahal, yaitu Uqbah ibn Abu Mu'ith, yang berhasil membunuh Musafi dan Kilab—dua bersaudara putra Thalhah ibn Abu Thalhah; keduanya terkapar oleh anak panah Ashim. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, salah seorang dari dua bersaudara itu berkata kepada ibunya bahwa orang yang memanahnya berkata, "Rasulullah! Aku adalah Ibn Abu Al-Aqlah." Salafah bersumpah bahwa ia minum arak dari tengkorak kepala Ashim.

Pada tahun keempat hijriah datang para utusan dari beberapa penjuru Jazirah ke Madinah. Mereka menghadap Rasulullah saw. dan bersyahadat. Mereka memohon agar beliau mengutus beberapa sahabat untuk mengajarkan agama dan membacakan Al-Quran kepada kaum mereka. Maka, beliau menyuruh enam orang sahabatnya untuk mengemban tugas itu. Mereka adalah Martsad ibn Abu Martsad—pemimpin rombongan, Ashim ibn Tsabit ibn Abu al-Aqlah, Khalid ibn al-Bukair, Khubaib ibn Adi, Zaid ibn al-Datsinah dan Abdullah ibn Thariq.

Namun, saat rombongan itu tiba di mata air al-Raji, milik suku Hudzail, keenam sahabat itu dikepung. Ketika mereka meminta bantuan kepada suku Hudzail, tak seorang pun mau menolong. Tak ada jalan lain, mereka hunus sejata masing-masing dan siap bertarung. Namun, para penyerang itu berkata, "Demi Allah, kami tak ingin membunuh kalian. Kami ingin membawa kalian kepada penduduk Makkah agar kami mendapat imbalan."

Mereka berjanji tidak akan menyakiti para sahabat itu, namun Martsad ibn Abu Martsad, Ibn al-Bukair, dan Ashim menolak tawaran mereka. Ketiganya berkata, "Demi Allah, kami tidak menerima janji atau ikatan apa pun dari orang musyrik."

Ketiga Sahabat itu memilih untuk bertarung hingga mereka terbunuh. Sementara tiga sahabat lainnya, yaitu Zaid, Khubaib, dan Ibn Thariq memilih ditawan, berharap mereka akan selamat di Makkah. Para penyerang itu memutuskan tali busur panah mereka, dan mengikat ketika tawanan dengan tali busur tersebut. Baru beberapa saat rombongan itu berjalan, Abdullah ibn Thariq berhasil melepaskan ikatan, lalu merebut pedang dan menyerang musuh. Sayang, musuh melihat upayanya itu dan langsung melemparkan batu besar ke arahnya hingga ia wafat. Jasadnya dikuburkan di daerah Zahran.

Mereka melanjutkan perjalan mengiring Khubaib dan Zaid hingga tiba di Makkah. Zaid dibeli oleh Shafwan ibn Umayyah, sementara Khubaib dibeli oleh hajar ibn Abu Ihab al-Tamimi untuk diberikan kepada Uqbah ibn al-Harits ibn Amir. Keduanya dibeli untuk dibunuh sebagai balas dendam atas kematian anggota keluarga mereka dalam Perang Badar dan Perang Uhud.

Setelah berhasil membunuh Ashim ibn Tsabit, suku Hudzail bermaksud memenggal kepalanya untuk dijual kepada Salafah bin Sa’d yang pernah bersumpah akan minum arak dari tengkorak Ashim. Ketika mereka mendekatu jasad Ashim, tiba-tiba gerombolan lebah menutupi tubuh Ashim bagaikan awan hitam. Mereka tak dapat mendekati apalagi menyentuh jasad Ashim untuk memenggal kepalanya. Lebah itu adalah tentara Allah, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri.

Menyaksikan kejadian tersebut, mereka berkata satu sama lain, "Lebih baik kita tunggu sampai malam hingga lebah-lebah itu pergi. Baru kemudian kita ambil jasadnya." Saat mereka menunggu, tiba-tiba mencul air bah dari atas bukit menghanyutkan jenazah Ashim. Hanya Allah yang tahu ke mana jenazah itu hanyut.

Ketika mendengar kabar tentang Ashim, Umar ibn al-Khattab berkata, "Sungguh ajaib cara Allah menjaga hamba-Nya yang beriman. Ashim pernah bersumpah tidak akan disentuh dan menyentuh seorang musysrik pun selama hidupnya. Maka, Allah menjaganya setelah ia wafat sebagaimana Dia menajaganya semasa hidup." Benar, siapa saja yang benar-benar memegang janji kepada Allah, niscaya Dia akan memenuhi janji-Nya.

Wallahu a'lam
Semoga Allah merahmati.[]

19.6.15

Tagged under: ,

Arabah ibn Aus : Seorang yang Mengejar Kematian

jejakperadaban.com | Sirah Sahabat Nabi
Arabah ibn Aus : Seorang yang Mengejar Kematian


Arabah ibn Aus adalah salah seorang sahabat nabi dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Aus, keturunan Bani Haritsi. Ayahnya bernama Aus ibn Qaizhi ibn Amr, seorang pemuka munafik dan dikisahkan ia pernah berkata, "Sesungguhnya rumah-rumah kami ini adalah aurat." Namun, putranya Arabah adalah seorang mukmin yang saleh.

Saat perang Uhud, Arabah ibn Aus bergabung dalam barisan kaum muslimin. Ketika itu ada beberapa remaja yang tidak diizinkan ikut serta oleh Rasulullah saw., termasuk di antaranya Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Umar ibn al-Khattab, Usaid ibn Zuhair, al-Barra ibn Azib, Abu Said al-Khudri, samurah ibn jundab, dan Arabah ibn Aus.

Arabah ibn Aus sendiri merupakan salah seorang pemuka kaumnya. Ia terkenal dengan kedermawanannya, bahkan disejajarkan dengan Abdullah ibn Ja’far ibn Abu Thalib dan Qais ibn Said ibn Ubadah.

Ibn Qutaibiah dan al-Mubarrad menuturkan bahwa Arabah pernah bertemu al-Syamakh menanyakan maksud kedatangnya ke Madinah, Arabah menjawab, "Aku ingin memberikan makanan kepada keluargaku." Saat itu, Arabah membawa dua ekor unta yang membawa kurma, gandum, dan beberapa helai pakaian. Al-Syamakh sangat mengagumi kedermawanannya. Saat keluar dari Madinahm al-Syamakh melantunkan syair memuji Arabah:

Kulihat Arabah al-Ausi memberikan kebaikan kepada keluarganya

Andai panji kemuliaan dikibarkan pasti ia pegang dengan tangan kanan

Arabah tidak hanya memberikan harta benda di jalan Allah, tetapi ai pun rela memberikan nyawanya untuk menjadi syahid. Tidak ada catatan, termasuk dalam karya Ibn al-Atsir, yang menceritakan kematian Arabah. Semoga Allah merahmatinya.[]
Tagged under: ,

Said ibn Zaid : Seorang Pemeluk Agama Hanif

jejakperadaban.com | Sirah Sahabat Nabi
Said ibn Zaid : Pemeluk Agama Hanif

Said ibn Zaid adalah seorang sahabat Nabi dari suku Quraisy, keturunan Bani Adi. Ayahnya bernama Zaid ibn Amr ibn Nufail dan ibunya Fatimah bint Ba’jah al-Khuza’iyah. Ia adalah suami Fatimah bint al-Khattab—adik perempuan Umar ibn al-Khattab. Said dan Fatimah menjadi sebab masuk islam-nya Umar r.a. Said kerap disapa dengan panggilan Abul A’war.

Khabbab ibn al-Arats sering mengunjungi rumah said ibn Zaid untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada pasangan itu. Suatu hari ketika mereka membaca surah Thaha, tiba-tiba pintu rumah digedor keras, Khabbab segera bersembunyi di sudut rumah, sementara Fatimah buru-buru membuka pintu. Ternyata di depan pintu telah berdiri kakaknya sendiri, Umar ibn al-Khattab, dengan pedang terhunus ditangan. Raut mukanya memerah menunjukan kemarahan. Seujurs kemudian Umar berkata, “Benarkah omongan yang kudengar bahwa kalian telah mengikuti Muhammad dan ajarannya?”

Mereka tak menjawab, diam seribu bahasa. Umar berkata lagi, “Perlihatkan kepadaku mushaf yang kalian barusan baca.”

Mereka berusaha menyembunyikan mushaf itu. Ketiak kemarahannya memuncak, Umar melayangkan tinju kepada Said ibn Zaid hingga jatuh tersungkur. Saat Fatimah mencoba menjauhkan Said dari Umar, Fatimah pun ditampar dengan keras hingga hidungnya mengeluarkan darah. Mushaf yang ia pegang pun terjatuh. Melihat darah yang keluar dari sela-sela bibir adiknya, kemarahan Umar reda dan ia diam terpaku.

Dengan suara yang tidak lagi keras Umar berkata, “Berikan mushaf itu agar aku bisa melihat isinya. Aku berjanji akan mengembalikannya kepadamu.”

Fatimah menjawab, “Kau adalah najis yang kotor, kau tidak pantas menyentuh sebelum bersuci.” Umar pun bersuci mengikuti petunjuk Fatimah. Setelah itu ia membuka mushaf Al-Qur’an dan membaca firman Allah:

Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an agar kamu menjadi susah. (QS. 1-2)






Umar berkata, “Betapa indah rangkaian kata-kata ini!”

Saat mendengar ucapan Umar, Khabbab keluar dari persembunyiannya dan mengajak Umar ke rumah al-Arqam ibn Abu al-Arqam, tempat Nabi saw, berkumpul dengan para sahabat. Umar mengikuti langkah kaki Khabbab, dan setibanya di sana ia langsung menyatakan keimanannya di hadapan Rasulullah saw, Sejak keislaman Umar, kekuatan kaum muslim semakin kokoh.

Selama hidupnya Said mengikuti berbagai peristiwa bersama Rasulullah saw. namun, ia dan Thalhah tidak ikut serta dalam Perang Badar, karena Nabi saw. mengutus mereka ke Syam untuj mempelajari dan mengetahui keadaan negeri itu. Keduanya termasuk dalam sepuluh orang yang dijamin masuk surga.

Said adalah orang yang dikabulkan do’anya. Ia pernah dituduh mengambil tanah milik seorang wanita bernama Awra bint Aus, dan diadukan kepada Marwan ibn al-Hakam penguasa Madinah. Said bilang kepada Marwan, “Apakah engkau melihatku menzaliminya? Sedangkan aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barang siapa yang menzalimi (mengambil) sejengkal tanah maka pada hari kiamat akan dikalungkan kepadanya tujuh (lapis) bumi.’ Ya Allah, jika wanita ini berdusta maka jangan Kau wafatkan ia sebelum buta, dan jadikan kuburnya di dalam sumurnya.”

Doanya dikabulkan oleh Allah sehingga tidak lama selang wanita itu jatuh ke dalam sumur setelah mengalami kebutaan.

Said ibn Zaid ikut dalam Perang Yarmuk dan pengepungan Damaskus. Ia wafat di al-Aqiq, sebuah daerah yang tak jauh dari Madinah. Ibn Umar termasuk di antara sahabat yang ikut menyalati jenazahnya. Semoga Allah merahmatinya.[]

26.5.15

Tagged under: , ,

Biografi Ir. Soekarno Presiden Indonesia Ke-1

www.jejakperadaban.com biografi Ir. Soekarno Presiden pertama Indonesia
www.jejakperadaban.com | Ir. Soekarno

Presiden Indonesia ke-1 : 18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967 (21 tahun)

Nama Lahir : Koesno Sosrodihardjo

Nama Lain : Soekarno, Bung Karno, Pak Karno

Lahir : Surabaya, Kamis, 6 Juni 1901

Wafat : Jakarta, 21 Juni 1970 (umur 69)

Agama : Islam

Warga Negara : Indonesia

Ayah : Raden Soekemi Sosrodihardjo

Pasangan :
  • Oetari (1921–1923)
  • Inggit Garnasih (1923–1943)
  • Fatmawati (1943–1956)
  • Hartini (1952–1970)
  • Kartini Manoppo (1959–1968)
  • Ratna Sari Dewi (1962–1970)
  • Haryati (1963–1966)
  • Yurike Sanger (1964–1968)
  • Heldy Djafar (1966–1969)
Anak:
  • Guntur Soekarnoputra
  • Megawati Soekarnoputri
  • Rachmawati Soekarnoputri
  • Sukmawati Soekarnoputri
  • Guruh Soekarnoputra (dari Fatmawati)
  • Taufan Soekarnoputra
  • Bayu Soekarnoputra (dari Hartini)
  • Totok Suryawan (dari Kartini Manoppo)
  • Kartika Sari Dewi Soekarno (dari Ratna Sari Dewi)
Penghargaan :
  • Gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri antara lain dari Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin, Institut Agama Islam Negeri Jakarta, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir).
  • Penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas dari Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki, atas jasa Soekarno dalam mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari politik apartheid. Penyerahan penghargaan dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria (April 2005). (Sumber: Wikipedia.org)

Latar belakang dan pendidikan

Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali

Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).

Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.


Masa pergerakan nasional 

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.

Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan.

Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Masa penjajahan Jepang

Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur

Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.

Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.


Soekarno diantara Pemimpin Dunia 

Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.

Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.

Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.

Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.


Masa Perang Revolusi

Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.

Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah

peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.

Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.

Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.

Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.


Masa kemerdekaan

Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.

Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.

Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.

Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia "bercerai" dengan Wakil Presiden Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat "memenuhi" cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera.


Sakit hingga meninggal 

Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah mengalami pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung Karno.


Peninggalan 
Pada tanggal 19 Juni 2008, Pemerintah Kuba menerbitkan perangko yang bergambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan "kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba".

Penamaan 

Nama lengkap Soekarno ketika lahir adalah Kusno Sosrodihardjo. Ketika masih kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa; oleh orang tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Ir. Soekarno adalah Bung Karno.

Achmed Soekarno

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.

Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji.

Dan dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab. (Wikipedia)

26.3.15

Tagged under: ,

Abu Khudzaifah ibn Uthbah : Meninggalkan kemuliaan dunia demi Islam

Sejarah Sahabat Nabi Lengkap
jejakperadaban.com | Sirah Sahabat Nabi
Abu Khudzaifah ibn Uthbah : Meninggalkan kemuliaan dunia demi Islam

Abu Khudzaifah ibn Uthbah seorang sahabat Nabi yang berasal dari suku Quraisy. Bapaknya adalah Uthbah ibn Rabi dan ibunya adalah Fatimah bint Shafwan ibn Umayyah. Ia termasuk orang yang masuk Islamdi awal dakwah Nabi saw. Bapaknya tidak suka ketika ia masuk Islamdan mengikuti Nabi Muhammad saw., karena ia telah digadang-gadang untuk menjadi pemimpin suku Quraisy. Keimanannya yang teguh mendorongnya keluar dari lingkungan kebangsawanan Quraisy bersama istrinya Sahlah bint Suhail ibn Amr. Ia berhijrah ke Absinia mengikuti anjuran Nabi saw. bersama beberapa sahabat lain.

Perawakannya tinggi dan wajahnya tampan dengan gigi yang gingsul. Pulang dari Absinia, ia bersama istrinya kembali menempuh perjalanan hijrah menuju Madinah.

Abu Khudzaifah setia mengikuti Nabi saw. Ia selalu menghadiri majelis ilmu yang digelar oleh beliau dan tak pernah absen dari peperangan bersama Nabi. Dalam perang Badar, ia memainkan peran penting. Namanya tak dapat dilepaskan dari peristiwa besar dalam sejarah Islam ini. Karena keluarga terdekatnya adalah para pemimpin Quraisy, yaitu Uthbah, pamannya Syaibah, dan saudaranya al-Walid; ketiga orang itu adalah pentolan Quraisy yang maju untuk duel satu-satu dengan kaum Muslimin.

Abu Khudzaifah ingin menghadapi mereka untuk duel, tetapi kemudian terlihat ia ragu maka Rasulullah saw. mencegahnya. Melihat itu, Hindun bint Uthbah, atas perintah Abu Sufyan, mencelanya dan berseru, "Sungguh kau orang yang tidak tahu terimakasih. Orangtuamu telah merawatmu sejak kecil. Saat beranjak dewasa, kau malah berbalik memusuhinya dengan sengit. Sungguh kau tak tahu diuntung. Dasar gingsul jangkung tak tahu untung! Sungguh Abu Khudzaifah adalah manusia yang bejar agamanya!"

Tentu saja ucapan Hindun itu sarat dengan dusta. Abu Khudzaifah adalah orang yang baik dalam beragama; keimanannya kepada Allah dan Rasulullah saw. tak tergoyahkan. Justru, wanita yang mencela itulah yang bejat agamanya. Pada akhirnya, yang mewakili kaum Muslimin berduel bersama ketiga orang tadi adalah; Hamzah, Ali, dan Ubaidah.

Singkat sejarah, setelah kedua pihak selesai berduel dengan kemenangan kaum Muslimin, mereka siap-siap untuk berperang. Rasulullah saw. mengingatkan untuk tidak membunuh beberapa orang di antara kaum Quraisy kecuali terpaksa. Termasuk di antaranya al-Abbas, paman Rasulullah saw.

Ketika mendengar peringatan tersebut, Abu Khudzaifah berkata, "Kita akan berperang dengna kemungkinan membunuh bapak, anak-anak, saudara-saudara, dan keluarga kita, tetapi tidak boleh membunuh al-Abbas? Demi Allah, kalau aku menjumpainya, aku akan menebasnya dengan pedang!"

Ternyata sambaran Abu Khudzaifah itu sampai terdengar kepada Rasulullah saw., yang kemudian beliau memanggil Umar ibn Khaththab, dan menanyakan, "Wahai Abu Hafs, apakah kau mendengar ucapan Abu Khudzaifah yang mengatakan akan menebas paman Rasulullah dengan pedangnya?!"

Umar ibn Khaththab menjawab, "Wahai Rasulullah saw., izinkan aku memenggal lehernya dengan pedang. Demi Allah, ia telah menjadi orang munafik."

Tetapi sesaat sebelum 'kemurkaan' Umar sampai pada leher Abu Khudzaifah, ia menarik ucapannya dan memberikan alasan bahwa kata-katanya terlontar begitu karena ia tengah dihantui rasa takut

Beberapa riwayat mengatakan: Rasulullah saw. bersabda, "Wahai orang yang ragu-ragu, seburuk-buruk ucapan adalah ucapan kalian; kalian mendustakanku ketika orang lain membenarkanku, kalian mengusirku ketika orang lain melindungiku, kalian memerangiku ketika orang lain menolongku. Apakah kini kalian menyadari bahwa apa yang Tuhan kalian janjikan adalah kebenaran?"

Menurut Muhammad Ishaq, sabda Nabi saw., tersebut adalah untuk mengingatkan sahabat-sahabatnya untuk tidak ragu.

Abu Khudzaifah selalu ikut berperang bersama Rasulullah saw. Dia pun ikut bersama Khalid ibn al-Walid menuju medan perang Yamamah, ditemani budaknya yang setia, Salim, untuk memerangi sang nabi palsu, Musailamah al-Kazzab. Allah memenangkan kebenaran di atas kebathilan dan kesesatan. Musailamah --sang nabi palsu- terbunuh dalam peperangan itu. Sama halnya, Abu Khudzaifah dan Salim wafat bersama sejumlah sahabat yang lain.[]

Wallahu a'lam